Soal
I.
Secara
bahasa manajemen artinya mengatur. Unsur-unsur yang diatur kita istilahkan
dengam 7m+i. Mengapa 7m+i diatur dan bagaimana mengatur unsur-unsur tersebut
dalam konteks persekolahan (satuan pendidikan). Jelaskan dengan rinci.
Jawaban:
Unsur –unsur manajemen 7m+i:
·
Men,
Sumber daya manusia ( guru, kepala sekolah, tenaga administrasi) adalah
unsur utama yang menopang keberhasilan pendidikan di sekolah, termasuk
sumberdaya yang lain berupa gedung, ruang kelas, tempat praktik, tempat
olahraga, kesenian dan sejenisnya.
Manajemen dalam
konteks persekolahan, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia
yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai
tujuan pendidikan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada
dasarnya manusia adalah makhluk kerja.
·
Money,
Uang merupakan
salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat
pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang
yang beredar dalam suatu sekolah. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools)
yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan
secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus
disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan
harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi
pendidikan.
·
Methods,
Dalam
pelaksanaan manajemen kerja di sebuah persekolahan diperlukan metode-metode
kerja. Suatu tata cara kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan
dalam sebuah persekolahan. Sebuah metode dapat dinyatakan sebagai penetapan
cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai
pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan
penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha.
Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan
orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka
hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen persekolahan
tetap manusianya sendiri.
·
Materials,
Material dalam
dunia pendidikan untuk mencapai hasil
yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat
menggunakan bahan / material-material sebagai salah satu sarana. Sebab material
dan manusia tidak dapat dipisahkan, tanpa material tidak akan tercapai hasil
yang dikehendaki.
·
Machines,
Penggunaan
mesin atau alat bantu seperti penggunaan teknologi akan membawa kemudahan yang
lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja dalam suatu sekolah.
·
Market,
Memasarkan
sesuatu tentu sangat penting. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti
menyebarkan atau mempromosikan sekolah tempat kita bekerja merupakan faktor
yang sangat penting dalam sebuah sekolah. Agar masyarakat dan peserta didik dapat
berpartisipasi langsung untuk kepentingan sekolah.
·
Minutes,
Waktu yang
efisien dan efektif sangat diperlukan dalan manajemen sekolah. Agar segala
rencana yang telah ditetapkan dapat berjalan dengan lancar dan terintegrasi.
·
Information
Segala
informasi yang digunakan dalam melakukan kegiatan di suatu sekolah.
Ø Unsur-unsur tersebut diatur agar 7m+i lebih berdaya guna (efisien), berhasil guna (efektif), terintegrasi, dan terkoordinasi dalam
mencapai tujuan yang optimal.
Ø Cara mengaturnya melalui proses dari urutan fungsi manajeman yaitu planning,
organizing, directing, budgeting, implementing, controling, evaluating, and communicating.
II.
Terdapat
(7) tujuh garapan manajemen sekolah atau istilah lainnya sebagai komponen
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Bagaimana konsep ke tujuh komponen MBS
tersebut dan apa masalah dalam pelaksanaannya di sekolah.
Jawaban:
Konsep dari komponen-komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah :
a.
Manajemen kurikulum dan program pengajaran
Kurikulum merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan
mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan
tertentu ini meliputi tujuan
pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan,
kondisi dan potensi
daerah, satuan pendidikan
dan peserta
didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan
untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan
potensi yang ada di daerah.
Perencanaan
dan pengembangan kurikulum nasional pada umumnya telah dilakukan oleh
Kementerian Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Karena itu sekolah
merealisasikan dan menyesuaiakan kurikulum tersebut dengan kegiatan
pembelajaran. Disamping itu, sekolah juga bertugas dan berwenang untuk
mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
lingkungan setempat.
Menurut
Nurkholis (2003: 45) menyatakan bahwa: “Sekolah dapat mengembangkan, namun
tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional yang
dikembangkan oleh Pemerintah Pusat. Sekolah juga diberi kebebasan untuk
mengembangkan kurikulum muatan lokal.” Jadi intinya adalah dalam pengelolaan
kurikulum yang bersifat nasional, sekolah tidak berhak mengurangi isinya. Yang
boleh dikembangkan adalah muatan lokal yang disesuaiakan sesuai dengan kondisi
dan karakteristik sekolah masing-masing.
Sekolah
diharapkan pula dapat mengembangkan program pengajaran serta melaksanakan
pengawasan dalam pelaksanaannya. Dalam proses pengembangan program sekolah,
kepala sekolah sebagai pimpinan bertindak selaku manajer dalam organisasi, ia
harus bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
perubahan atau perbaikan program pengajaran di sekolah. Dalam kaitannya dengan
hal tersebut, ada empat langkah yang harus dilakukan. Menurut Mulyasa (2009:
41), empat langkah tersebut yaitu: menilai kesesuaian program yang ada dengan
tuntutan kebudayaan dan kebutuhan murid, meningkatkan perencanaan program,
memilih dan melaksanakan program, serta menilai perubahan program.
Ø Masalah dalam konsep dari komponen Manajemen Kurikulum dan program
pengajaran:
Kebijakan pemerintah
pusat di bidang kurikulum dan pengajaran masih tidak menentu, selalu
bergonta-ganti dan tidak ada yang berkelanjutan. Sehingga dalam implementasinya
tidak terkoordinasi dengan baik. Seharusnya pemerintah rencana strategis pendidikan nasional dalam jangkan
panjang (misalnya 25 tahun) yang dapat
dijadikan pedoman bagi tiap pemerintahan untuk implementasinya.
b.
Manajemen tenaga kependidikan
Tenaga
kependidikan di sekolah adalah guru
sebagai pendidik maupun tenaga kependidikan.
Menurut Mulyasa (2009: 42) manajemen tenaga kependidikan (guru dan
personil) mencakup (1) perencanaan pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3)
pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan mutasi, (5)
pemberhentian pegawai, (6) kompensasi, (7) penilaian pegawai.
Adanya
pembagian tugas yang jelas antara ketenagaan yang satu dengan yang lainnya akan
menunjang kelancaran dari pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Mengenai pengelolaan ketenagaan,
Nurkholis (2003: 46) menyatakan bahwa: Pengelolaan ketenagaan mulai dari
analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan, penghargaan dan
sanksi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah dapat dilakukan
oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri yang sampai saat ini masih ditangani
oleh birokrasi di atasnya.
Tugas
kepala sekolah dalam kaitannya dengan manajemen tenaga kependidikan bukanlah
pekerjaan yang mudah karena tidak hanya mengusahakan tercapainya tujuan
sekolah, tetapi juga tujuan tenaga kependidikan (guru dan pegawai) secara
pribadi. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut untuk mengerjakan instrumen
pengelolaan tenaga kependidikan, seperti data kepegawaian tenaga kependidikan,
seperti daftar riwayat pekerjaan, latar belakang pendidikan dan kondisi pegawai
untuk membantu kelancaran MBS di sekolah yang dipimpinnya.
Ø Masalah dalam konsep dari komponen Manajemen tenaga kependidikan:
Dari pengalaman saya di
sekolah menengah atas. Masalah tenaga pendidikan merupakan salah satu hal yang
penting. Karena guru adalah seorang yang menunjang keberhasilan siswa dalam
belajar. Namun ada masalah yang dihadapi yaitu tentang penilaian pegawai.
Di sekolah saya ada
salah satu guru yang pemalas. Jika satang mengajar selalu terlambat, sering
tidak masuk kelas. sepertinya tidak ada sanksi yang membuat mereka menjadi
takut. Sistem penilaianpun sekaakan tidak difungsikan dengan baik. Terdapat
beberapa guru yang memiliki masalah yang sama, namun tidak ada tanggapan dari
kepala sekolah.
c.
Manajemen kesiswaan
Manajemen
kesiswaan adalah penataan dan pengaturan kegiatan yang berkaitan dengan peserta
didik (siswa), mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari
suatu sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk pencatatan data
peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara operasional
dapat membantu upaya pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses
pendidikan di sekolah. ( Mulyasa : 2009)
Tujuan
dari manajemen kesiswaan yaitu untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang
kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan dengan lancar,
tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah.
Ø Masalah dalam konsep dari komponen Manajemen kesiswaan:
Belum adanya pengawasan
yang baik dalam mengatur manajemen kesiswaan disekolah. Karena banyak siswa
yang masih suka bolos, tidak taat tata tertib,kurang adanya keteraturan dan
disiplin.
d.
Manajemen keuangan dan pembiayaan
Uang merupakan salah satu sumber daya pendidikan yang dianggap
penting, dan termasuk
sumber daya yang langka dan terbatas. Oleh karena itu, uang perlu dikelola
dengan efektif dan efisien agar membantu pencapaian tujuan pendidikan. Organisasi
pendidikan dikategorikan sebagai organisasi publik yang bersifat nirlaba
(nonprofit), bukan untuk mencari keuntungan seperti halnya perusahaan. Oleh
karena itu, manajemen keuangannya memiliki keunikan sesuai dengan misi dan
karakteristik pendidikan.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan
merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan
pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya
kegiatan-kegiatan proses belajar mengajar di sekolah bersama komponen-komponen
lain (Mulyasa, 2011:47).
Manajemen keuangan adalah kegiatan mengelola dana
untuk dimanfaatkan sesuai kebutuhan secara efektif dan efisien dengan tujuan
untuk mewujudkan tertib administrasi dan bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan
ketentuan yang sudah diatur dalam kebijakan keuangan. Inti dari manajemen
keuangan adalah pencapaian efisiensi dan keefektifan.
Ø Masalah
dalam konsep dari komponen Manajemen keuangan:
Mengupayakan
ketersediaan dana yang memadai untuk kebutuhan pembangunan maupun kegiatan
rutin operasional di sekolah, juga perlu diperhatikan faktor akuntabilitas dan
transparansi setiap penggunaan keuangan, baik yang bersumber dari pemerintah,
masyarakat dan sumber-sumber lainnya.
e.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan
Menurut Ketentuan Umum Permendiknas no. 24 tahun
2007, sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah,
sedangkan prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi
sekolah/madrasah. Sarana pendidikan antara lain gedung, ruang kelas, meja,
kursi serta alat-alat media pembelajaran. Sedangkan yang termasuk prasarana
antara lain seperti halaman, taman, lapangan, jalan menuju sekolah dan
lain-lain. Tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar
mengajar, maka komponen tersebur merupakan sarana pendidikan. Ketersediaan
sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen penting yang harus terpenuhi
dalam menunjang sistem pendidikan Manajemen sarana dan prasarana adalah
kegiatan pengelolaan sarana dan prasarana yang dilakukan oleh sekolah dalam
upaya menunjang seluruh kegiatan baik kegiatan pembelajaran maupun kegiatan
lain sehingga seluruh kegiatan berjalan dengan lancar.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas
mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan
kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. kegiatan
pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan,
inventarisasi dan penghapusan serta penataan ( Mulyasa, 2011:50).
Manajemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan
dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi, dan indah sehingga menciptakan
kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun murid untuk berada di sekolah.
Ø Masalah
dalam konsep dari komponen Manajemen sarana dan prasarana:
Masih banyak
sekolah-sekolah yang di daerah pedalaman atau bahkan daerah tertinggal yang
sarana dan prasarananya belum memadai. Banyak siswa yang mempertaruhkan nyawanya
untuk menuntut ilmu karena akses jalan menuju sekolahnya sangat jauh dan sulit.
f.
Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya
merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan
pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Menurut Mulyasa (2009: 50) tujuan
dari hubungan sekolah dengan masyarakat adalah:
·
Memajukan kualitas pembelajaran, dan pertumbuhan
anak;
·
Memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas
hidup dan penghidupan masyarakat;
·
Menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan
dengan sekolah.
Gambaran
dan kondisi sekolah dapat diinformasikan ke masyarakat melalui laporan kepada
orang tua siswa, pameran sekolah, open
house, kunjungan ke sekolah, kunjungan ke rumah siswa (home visit), penjelasan
oleh staf sekolah, siswa itu sendiri, serta laporan tahunan. Tujuan dari hubungan sekolah dengan masyarakat ini adalah meningkatkan keterlibatan,
kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral
dan finansial {Nurkholis (2003).
Ø Masalah
dalam konsep dari komponen Manajemen hubungan sekolah
dengan masyarakat:
Masih adanya
kesenjangan antara pihak sekolah dengan masyarakat. Masyarakat terkadang masih
enggan untuk bekerja sama dengan pihak sekolah.
g.
Manajemen layanan khusus
Menurut Mulyasa (2009: 52) manajemen layanan khusus
meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan, dan keamanan sekolah.
1.
Manajemen perpustakaan
Perpustakaan
yang lengkap dan dikelola dengan baik akan menunjang perkembangan peserta didik
dalam hal perkembangan pengetahuan. Disamping itu juga memungkinkan bagi guru
untuk mengembangkan pengetahuan secara mandiri, dan juga dapat mengajar dengan
metode bervariasi, misalnya belajar individual.
2.
Manajemen Kesehatan
Sekolah
sebagai satuan pendidikan yang bertugas dan bertanggungjawab terhadap proses
pembelajaran, tidak hanya bertugas mengembangkan pengetahuan saja, tetapi juga
harus meningkatkan jasmani dan rohani siswa. Hal ini sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional yaitu mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Sebagai
tindak lanjut dari hal tersebut, maka di sekolah diadakan UKS ( Usaha Kesehatan
Sekolah ) dan pendirian tempat ibadah.
3.
Manajemen Keamanan
Sekolah
mengatur keamanan di lingkungan sekolah dengan tujuan memberikan rasa tenang
dan nyaman dalam mengikuti proses belajar dan mengajar bagi komponen sekolah.
Ø Masalah
dalam konsep dari komponen Manajemen layanan khusus:
Kurangnya layanan
kesehatan di sekolah untuk sekolah menengah atas. Perlunya digalakkan rutinitas
layanan kesehatan yang rutin datang kesekolah untuk mengecek kesehatan siswa.
Apalagi sekarang banyak anak-anak Indonesia yang mengkonsumsi narkoba, rokok,
minuuman beralkohol. Jika ada layanan kesehatan yang rutin datang ke sekolah,
dapat mencegah hal negatif tadi sejak dini.
III. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan implementasi manajemen
pendidikan di sekolah.
1.
Jelaskan
sejarah munculnya MBS di indonesia.
Jawaban:
Di Indonesia
munculnya gagasan MBS sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagai
paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Pengelolaan pendidikan di Indonesia
selama ini sangat bersifat sentralistik, di mana pusat sangat dominan dalam
pengambilan keputusan, sebaliknya daerah dan sekolah bersifat fasif hanya
sebagai penerima dan pelaksana perintah pusat.
Pola kerja
sentralistik itu sering mengakibatkan adanya kesenjangan antara kebutuhan ril
sekolah dengan perintah dengan perintah atau apa yang digariskan oleh pusat.
Sistem sentralistik dinilai kurang bisa memberikan pelayanan yang efektif dan
tidak mampu menjamin kesinambungan kegiatan lokal. Oleh karena itu perlu adanya
formula baru dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia. Formula baru itu
memungkinkan sekolah memiliki otonomi yang seluas-luasnya, yang menuntut peran
serta masyarakat secara optimal. Dengan dasar inilah muncul penerapan MBS di
Indonesia.
Penerapan MBS
di Indonesia diawali dengan dikeluarkannya undang-undang No.25 tahun 2000
tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional tahun 2000-2004. Konsep MBS ini
kemudian tertuang dengan jelas dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 51 Yaitu :
·
Pengelolaan
satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah/madrasah.
·
Pengelolaan
satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi,
akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.
Manajemen
Berbasis Sekolah di Indonesia menggunakan model Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah (MPMBS) muncul karena beberapa alasan antara lain, pertama,
sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya
sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemampaatan sumber daya yang tersedia
untuk memajukan sekolahnya.
Kedua sekolah
lebih mengetahui kebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan
masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat mencipatakan transparansi dan
demokrasi yang sehat. MBS adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih
besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah dan mendorong partisipasi
secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Oleh Karena itu
MBS di Indonesia merupakan pola baru dalam di dunia pendidikan yang diharapkan
dapat memberikan angin segar terhadap peningkatan mutu pendidikan.
2.
Apa
konsep MBS dan kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikannya serta
bagaimana pemecahan terhadap kendala tersebut.
Jawaban:
Konsep dasar Manajemen
Berbasis Sekolah adalah manajemen yang bernuansa otonomi, kemandirian dan
demokratis
1.
Otonomi,
mempunyai makna bahwa kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus
kepentingan warga sekolah dalam mencapai tujuan sekolah (mutu pendidikan)
menurut prakarsa berdasarkan aspirasi dan partisipasi warga sekolah dalam
bingkai peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
2.
Kemandirian,
mempunyai makna bahwa dalam pengambilan keputusan tidak tergantung pada
birokrasi yang sentralistik dalam mengelola sumber daya yang ada, mengambil
kebijakan, memilih strategi dan metoda dalam memecahkan persoalan yang ada,
mampu menyesuaikan dengan kondisi
lingkungan serta peka dan dapat memanfaatkan peluang yang ada.
lingkungan serta peka dan dapat memanfaatkan peluang yang ada.
3.
Demokratif,
mempunyai makna seluruh elemen-elemen sekolah dilibatkan dalam menetapkan,
menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan untuk mencapai tujuan
sekolah (mutu pendidikan) sehingga memungkinkan tercapainya pengambilan
kebijakan yang mendapat dukungan dari seluruh elemen-elemen warga sekolah.
Ø Kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan MBS:
Jawaban:
Otonomi ternyata
bukan pekerjaan yang mudah dilakukan oleh sekolah. Karena eksistensi sekolah juga
ditentukan oleh kemampuan sekolah dalam menjalin hubungan-hubungan sosial yang
bersifat internal maupun eksternal. Secara internal, bahwa dinamika sekolah terkait
dengan kondisi input dan proses dalam mekanisme pembelajaran. Sedangkan dari segi
eksternal , sekolah tidak bisa lepas dengan kebijakan-kebijakan yang menyangkut
pembangunana pendidikan.
1.
Tidak
Berminat Untuk Terlibat
Sebagian orang
tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka
lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut
mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak
menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran.
Akibatnya
kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk
memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan
berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya
untuk urusan itu.
2.
Tidak
Efisien
Pengambilan
keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi
dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para
anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada
tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.
3.
Pikiran
Kelompok
Setelah
beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin
kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling
mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota
terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan
anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran
kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak
lagi realistis.
4.
Memerlukan
Pelatihan
Pihak-pihak
yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman
menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar
tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan
bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.
5.
Kebingungan
Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
Pihak-pihak
yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang
selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab
pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan
menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung
jawab pengambilan keputusan.
6.
Kesulitan
Koordinasi
Setiap
penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan
adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam
akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama
sekali menjauh dari tujuan sekolah.Apabila pihak-pihak yang berkepentingan
telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan
telah ditangani sebelum penerapan MBS.
Dua unsur
penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan
tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang
berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa saja
tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan pada
level mana dalam organisasi.
Anggota
masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan
kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain
menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan
harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan
keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik.
Ø Pemecahan masalah terhadap kendala implementasi MBS:
Jawaban:
·
Adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses
pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan interuksional serta
non-instruksional
·
Adanya kepemimpinan sekolah yang kuat sehingga mampu menggerakkan dan
mendayagunakan setiap sumber daya sekolah secara efektif terutama kepala
sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan pengembangan
sekolah secara umum.
·
Adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan
sekolah yang aktif.
·
Semua pihak harus menyadari peran serta tanggung jawabnya secara
sunggu-sungguh.
·
Adanya quidelines dari Departemen pendidikan terkait sehingga mampu
mendorong proses pendidikan di sekolah secara efektif dan efisien.
·
Sekolah harus memiliki transparansi dalam laporan pertanggung jawaban
setiap tahunnya.
·
Penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan lebih
khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa.
·
Implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi peran
masing-masing, pembangunan kelembagaan, mengadakan pelatihan-pelatihan terhadap
peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran evaluasi atas pelaksanaan
di lapangan, dan dilakukabn perbaikan-perbaikan (Nurkolis, 2005:132 – 134)
3.
Apa
ukuran keberhasilan implementasi MBS.
Jawaban:
·
Mensosialisasikan konsep MBS ke seluruh warga sekolah melalui seminar,
diskusi, forum ilmiah, dan media masa
·
Melakukan analisis situasi sekolah dan luar sekolah yang hasilnya berupa
tantangan nyata yang harus dihadapi oleh sekolah dalam rangka mengubah
manajemen berbasis pusat ke MBS.
·
Merumuskan tujuan situasional yang akan dicapai dari pelaksanaan MBS,
berdasarkan tantangan yang dihadapi.
·
Mengidentifikasi
fungsi-fungsi yang perlu diperlukan untuk mencapi tujuan situasional dan yang
masih perlu diteliti tingkat kesiapan
·
Menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktor nyata melalui
analisis.
·
Memilih langkah-langkah pemecahan persoalan yakni tindakan yang diperlukan
untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap.
·
Membuat rencana jangka pendek, menengah, panjang beserta
program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut.
·
Melaksanakan program-program untuk merealisasikan rencana jangka pendek MBS
·
Melakukan penentuan terhadap proses dan evaluasi terhadap hasil MBS
(Nurkolis, 2004:136)
Sehubungan dengan
implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam rangka desentralisasi
pendidikan di Indonesia, maka keberhasilan implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) sedikitnya dapat dilihat dari tiga dimensi yaitu efektivitas,
efisiensi dan produktivitas (Mulyasa, 2004:81)
Efektivitas berkaitan erat
dengan perbandingan antara tingkat pencapai tujuan dengan rencana yang telah
disusun sebelumnya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang
direncanakan. Efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagaimana
efektivitas pendidikan pada umumnya, berarti bagaimana Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) berhasil melaksanakan semua tugas pokok sekolah, manjalin
partisipasi masyarakat, mendapat dan memanfaatkan sumber dana, sumber
daya, dan sumber belajar (sarana dan prasarana) untuk mewujudkan tujuan
sekolah.
Efisiensi yakni
perbandingan antara input atau sumber daya dengan output. Artinya suatu
kegiatan dikatakan efisien jika tujuan dapat dicapai secara optimal dengan
penggunaan sumber daya yang minimal. Sedangkan produktivitas dalam dunia
pendidikan yakni keseluruhan minimal. Sedangkan produktivitas dalam dunia
pendidikan yakni keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk
mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Jadi, implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di samping dilihat dari segi efektivitas, juga
perlu dianalisi dari segi efisiensi untuk melihat produktivitas.
Lebih lanjut Mulyasa
(2004:59) mengemukakan, agar impelementasi Menejemen Berbasis Sekolah (MBS)
dapat diterapkan secara menyeluruh di Indonesia pada umumnya dan di
kabupaten/propinsi pada khususnya terkait kondisi sekolah pada saat krisis
sekarang ini sangat bervariasi di lihat dari segi kualitas, lokasi sekolah dan
partisipasi masyarakat (orang tua). Dan kondisi inilah tampaknya yang akan
menjadi permasalahan yang rumit dan harus di prioritaskan penyelesaiannya pasca
krisis.
Oleh karena itu, agar
manejemen berbasis sekolah (MBS) dapat di implementasikan secara optimal, baik
krisis maupun pada pasca krisis dimasa mendatang, perlu adanya strategi dalam
penerapannya.
1. Pengelompokan
Sekolah
Dalam rangka implementasi
Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) perlu dilakukan pengelompokan sekolah
berdasarkan kemampuan menejemen dengan mempertimbangkan kondisi, lokasi dan
kualitas sekolah. Dalam hal ini ditemukan tiga kategori sekolah, yaitu baik,
sedang, dan kurang yang tersebar di lokasi-lokasi maju, sedang, dan
ketinggalan. Kondisi di atas mengisyaratkan bahwa tingkat kemampuan menejemen
sekolah untuk mengimplementasikan menejemen berbasis sekolah (MBS) berbeda satu
kelompok sekolah dengan kelompok lainnya.
2. Pentahapan implementasi
menejemen berbasis sekolah (MBS)
Sebagai suatu paradigma
baru dalam dunia pendidikan, selain perlu memperhatikan kondisi sekolah,
implementasi MBS juga memerlukan pentahapan yang tepat atau harus dilakukan
secara bertahap. Penerapan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) secara menyeluruh
sebagai realisasi desentralisasi pendidikan memerlukan perubahan-perubahan
mendasar terhadap aspek-aspek yang menyangkut keuangan, ketenagaan, kurikulum,
sarana dan prasarana, serta partisipasi masyarakat.
Dalam kaitannya dengan
pertahapan impelementasi menejemen berbasis sekolah (MBS) ini, secara garis
besar, fattah, 2000 (dikutip mulyasa, 2004:62 ) membaginya menjadi tiga tahap
yaitu: sosialisasi, piloting, dan
desiminasi.
a. Tahap sosialisasi
merupakan tapahan penting mengingat masyarakat Indonesia pada umumnya tidak
mudah menerima perubahan, tahap piloting merupakan tahap uji coba agar
penerapan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS) tidak mengandung resiko, efektivitas
model uji coba memerlukan persyaratan dasar, yiatu akseptabilitas,
akuntabilitas, reflikabilitas dan sustainabilitas.
b. Tahap poling merupakan
tahap uji-coba agar penerapan konsep MBS tidak mengandung risiko. Efektifitas
model uji-coba ini memerlukan persyaratan dasar, yaitu akseptabilitas,
akuntabilitas, reflikabilitas, dan sustainabilitas.
Akseptabilitas artinya
adanya penerimaan dari para tenaga kependidikan, khususnya guru dan kepala
sekolah. Akuntabilitas artinya program MBS harus dapat dipertanggungjawabkan,
baik secara konsep, operasional, pendanaannya. Reflikabilitas artinya model MBS
yang diuji-cobakan dapat direfleksikan di sekolah lain sehingga perlakuan yang
diberikan kepada sekolah uji-coba dapat dilaksanakan di sekolah lain.
Sustainbilitas artinya program tersebut dapat dijaga kesimangbungannya setelah
uji
coba dilaksanakan.
c. Tahap diseminasi merupakan
tahapan memasyarakatkan model menejemen MBS yang telah di uji cobakan ke
berbagai sekolah agar dapat mengimplementasikannya secara efektifitas dan
efisien.
3. Perangkat implementasi
Menejemen Berbasis Sekolah
Implementasi Menejemen
Berbasis Sekolah (MBS) memerlukan seperangkat peraturan dan pedoman-pedoman
(guidelines) umum yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam perencanaan,
monitoring dan evaluasi serta laporan pelaksanaan. Prangkat implementasi ini
diperkenalkan sejak awal, melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan
sejak pelaksanaan jangka pendek.
Rencana sekolah merupakan
salah satu perangkat terpenting dalam pengelolaan MBS. Rencana sekolah
merupakan perencanaan sekolah untuk jangka waktu tertentu yang disusun oleh sekolah
sendiri bersama dewan sekolah. Adapun yang terkandung dalam rencana tersebut
adalah visi dan misi sekolah, tujuan sekolah, dan prioritas-prioritas yang akan
dicapai, serta strategi-strategi untuk mencapainya.
IV. Jelaskan makna dan maksud rencana pengembangan sekolah.
Jawaban:
Rencana Pengembangan
Sekolah (RPS) merupakan salah satu wujud dari salah satu fungsi manajemen
sekolah yang amat penting yang harus dimiliki sekolah. RPS berfungsi untuk
memberi arah dan bimbingan bagi para pelaku sekolah dalam rangka menuju tujuan
sekolah yang lebih baik (peningkatan, pengembangan) dengan resiko yang kecil
dan untuk mengurangi ketidakpastian masa depan.
Berdasarkan pada
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, khususnya pada Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), mulai
sekarang setiap sekolah pada semua satuan, jenis dan jenjang pendidikan
termasuk PAUD harus memenuhi SNP tersebut. Salah satu upaya untuk mencapai SNP,
setiap sekolah wajib membuat RPS.
Standar Nasional
Pendidikan yang harus dicapai oleh tiap sekolah tersebut meliputi standar
kelulusan, kurikulum, proses, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan penilaian pendidikan. Sangat
dimungkinkan suatu sekolah telah memenuhi standar kelulusan tetapi fasilitasnya
belum standar atau sebaliknya. Suatu sekolah sekarang kondisinya kurang dalam
standar fasilitas seperti ruang kelas, laboratorium, buku, dan sebagainya dan
secara bertahap akan dipenuhi selama kurun waktu tertentu. Sementara itu
kondisi gurunya telah memenuhi SNP. Begitu seterusnya pada aspek-aspek lainnya.
Suatu sekolah dimungkinkan dalam waktu lima tahun mampu mencapai SNP, sementara
itu terdapat sekolah untuk mencapai SNP memerlukan waktu 15 tahun. Semua itu
sangat tergantung kepada unsur-unsur yang ada di sekolah itu sendiri. Dan
apabila suatu sekolah telah memenuhi SNP, maka diharapkan akan mampu
menyelenggarakan pendidikan secara efektif, efisien, berkualitas, relevan, dan
mampu mendukung tercapainya pemerataan pendidikan bagi masyarakat luas.
V. Dalam penyusunan Rencana Kerja Sekolah (RKS) terdapat lima langkah besar
yang harus dilalui, yaitu menentukan kondisi sekolah saat ini, menentukan
kondisi yang diharapkan, menyusun program dan kegiatan, menyusun rencana
anggaran sekolah, dan menyusun Rencana Kegiatan Tahunan (RKT) dan Rencana
Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
1.
Jelaskan
masing-masing langkah tersebut.
Jawaban:
a.
Menentukan
kondisi sekolah saat ini, terdapat beberapa instrumen yaitu:
·
Kondisi
Nyata Saat Ini
·
Standar
Acuan Sekolah
·
Tantangan
b.
Menentukan
kondisi sekolah yang diharapkan, terdapat beberapa instrumen yaitu:
·
Visi
·
Misi
·
Tujuan
·
Sasaran
·
Indikator
Kinerja
c.
Menyusun program dan kegiatan, terdapat beberapa instrumen yaitu:
·
Program
·
Kegiatan
·
Indikator
kegiatan
·
Jadwal
kegiatan
d.
Menyusun rencana anggaran sekolah, terdapat beberapa instrumen yaitu:
·
Perhitungan
Biaya Satuan
·
Rencana
Biaya Program
·
Perhitungan
Biaya Operasional
·
Rencana
Pendanaan
·
Penyesuaian
Biaya Dengan Sumber Dana
e.
Menyusun Rencana Kegiatan Tahunan (RKT):
·
Sasaran
Tahun
·
Program
dan Kegiatan Operasional
·
Bulan
f.
Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS):
·
Penerimaan
-
Sisa
Tahun Lalu
-
Pendapatan
Rutin
-
Bantuan
Operasional Sekolah (Bos)
-
Bantuan
-
Pendapatan
·
Pengeluaran/Belanja
-
Program
Sekolah
-
Non
Programsekolah
2.
Dalam
menyusun RKS, RKT, dan KRAS melibatkan stakeholder. Jelaskan empat peran
komite sekolah dan TPS.
Jawaban:
Ø Peran komite sekolah:
·
Pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan
dan pelaksaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
Dalam penjabaran kegiatan operasional dari
peran Komite Sekolah selaku pemberi pertimbangan melaksanakan berbagai kegiatan
seperti:
a.
mengadakan pendataan kondisi sosial ekonomi
keluarga peserta didik dan sumber daya pendidikan yang ada dalam masyarakat.
b.
memberikan masukan dan pertimbangan kepada
kepala sekolah dalam penyusunan Visi, Misi, Tujuan, Kebijakan dan kegiatan
Sekolah.
c.
menganalisis hasil pendataan sebagai bahan
pemberian masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepala sekolah.
d.
menyampaikan masukan, pertimbangan, dan
rekomendasi secara tertulis, kepada sekolah dengan tembusan Kepada Dinas
Pendidikan dan Dewan Pendidikan.
e.
memberikan pertimbangan kepada sekolah dalam
rangka pengembangan kurikulum muatan lokal dan meningkatkan proses pembelajaran
dan pengajaran yang menyenangkan.
f.
memverifikasi RAPBS yang diajukan oleh Kepala
Sekolah, memberikan pengesahan terhadap RAPBS setelah proses verifikasi dalam
rapat pleno Komite Sekolah.
·
Pendukung (supporting agency), baik yang
berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
Dalam peran pemberian dukungan komite sekolah
melaksanakan beberapa kegiatan seperti:
a.
memberikan dukungan kepada sekolah dalam
pelaksanaan kegiatan ekstrakulikuler.
b.
mencari bantuan dana dari dunia industri untuk
biaya pembebasan utang sekolah bagi siswa yang berasal dari keluarga yang tidak
mampu.
c.
melaksanakan konsep subsidi silang dalam
penarikan iuran dari orang tua siswa.
·
Pengontrol (controlling agency), dalam rangka transparansi
dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Sedangkan peran sebagai pengontrol Komite
Sekolah melakukan beberapa hal seperti:
a.
meminta penjabaran kepala sekolah mengenai
hasil belajar siswa.
b.
menyebarkan kuesioner untuk memperoleh masukan,
saran dan ide kreatif dari masyarakat.
c.
menyampaikan laporan kepada sekolah secara
tertulis tentang hasil pengamatan Komite Sekolah terhadap sekolah
·
Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan
masyarakat di satuan pendidikan (Keputusan Mendiknas No.004/U/2002).
Peran sebagai penghubung/mediator Komite
Sekolah melaksanakan berbagai kegiatan seperti:
a.
membantu sekolah dalam menciptakan hubungan dan
kerjasama antara sekolah dan masyarakat.
b.
mengadakan rapat atau pertemuan secara rutin
atau insidensial dengan kepala sekolah dan dewan guru.
c.
mengadakan kunjungan atau silaturrahmi ke
sekolah, atau dengan dewan guru di sekolah.
d.
bekerjasama dengan sekolah dalam kegiatan
penelusuran alumni.
e.
membina hubungan dan kerjasama yang harmonis
dengan skateholderpendidikan dengan dunia usaha/dunia industri.
f.
mengadakan penjajakan kerja sama dengan lembaga
lain untuk memajukan sekolah.
Ø Peran TPS:
·
Melakukan
koordinasi dengan sesama anggota untuk menyusun RKS;
·
Mengumpulkan
data terkait evaluasi diri sekolah/madrasah;
·
Menyusun
RKS, RKT, dan RKAS sesuai dengan kaidah penyusunan RKS,
RKT, dan RKA yang baik;
·
Melakukan
konsultasi RKS, RKT;
·
RKAS
ke masyarakat sekolah/madrasah untuk mendapatkan masukan;
·
Melakukan
sosialisasi RKS, RKT, dan RKAS kepada masyarakat dan pemangku
kepentingan untuk mendapat dukungan terhadap RKS /RKT/RKAS;
·
Melakukan
pemutakhiran RKS /RKT/RKAS.
Kepanjangan dari TPS apa ya, kak?
BalasHapusKak mhon mau bertanya ada saol manajemen gini, buatlah perencanaan mendirikan madrasah berdasarkan 7M+E1
BalasHapus