SOAL
UJIAN TENGAH SEMESTER
1. Dalam
pembelajaran literasi AUD, salah satunya diperlukan lingkungan yang literat
untuk mendukung pengalaman literasi yang baik bagi anak. Berikan analisis dan pemahaman anda mengenai
hal itu!
Jawaban:
Children in pre-school ages is called golden
ages. Golden agesis age when brain cells of children grow up very fast. Golden
ages happened in children ages 0-6 years old. Stimulation has giving by parents and environment will support their literacy
ability. For make a children with a good reading ability, parent should be give
good stimulation in their early age. Golden ages is ideal age for parent give
them all of literacy stimulation.
Lingkungan literat merupakan lingkungan yang kaya akan
bahasa tulis. Dimana anak dapat memahami dan mengerti tentang bahasa tulis
berdasarkan pengalaman langsung yang ditemui anak dari lingkungan di sekitarnya
baik dirumah maupun di sekolah.
Lingkungan literat ini dapat di dukung dari stimulasi
yang diberikan orang tua kepada anak. Anak dapat aktif belajar literasi karena
anak memiliki keluarga (orang tua) dan lingkungan yang mendukung dalam proses
pengembangan literasinya. Untuk itu peran orang tua sangatlah penting untuk
perkembangan bahasa-tulis anak usia dini.
Mengapa peran orang tua penting? Karena orang tua
adalah orang yang pertama kali dikenal anak, orang yang pertama kali dikenal
dalam hidup anak sewaktu ia lahir ke dunia. Orang tualah yang pertama kali
memperkenalkan lingkungan literat kepada anak. Menurut (Teale dan Sulzby, 1989) dalam Burns (1996) mengatakan bahwa
pengalaman awal bahasa tulis dapat muncul pada tahun pertama kehidupan, seperti
bermain dengan blok alfabet dan mendengarkan cerita yang dibacakan, meletakkan
dasar selama proses belajar membaca dan menulis.
Stimulasi mendorong pemerolehan atau akuisisi yakni
membentuk penguasaan simbol tulis secara alami. Stimulasi memiliki makna:
mendorong minat baca, menyediakan lingkungan literat yang siap dieksplorasi
oleh anak, menumbuhkan kesadaran fonemik, mendorong munculnya kesadaran
grafofonemis, untuk bekal membaca. Literasi sejak dini dianggap memberikan pondasi untuk pembelajaran literasi di
taman kanak-kanak. Satuan ide-ide mengenai bagaimana anak-anak belajar membaca,
menulis, dan memahami bahasa tertulis didasarkan pada teori, penelitian, dan
latihan (Baker, Fernandez-Fein, Scher,& William, 1998; Campbel, 1998;
National Early Literacy Panel, 2004). Dengan stimulasi yang baik dan menyenangkan
akan membuat anak merasa nyaman. Kesadaran dan motivasi ini, bersama dengan materi literasi,
kegiatan, dan dukungan orang dewasa dikombinasikan untuk mengembangkan apa yang
kita sebut Literasi Dini (Dickinson & Tabor, 2001; Morrow, 2001).
Keterlibatan orang tua pada proses pengenalan literasi dapat diberikan dengan cara berinteraksi dengan anak. Penyediaan lingkungan literat untuk anak
dapat dilakukan orang tua dengan hal-hal sederhana yaitu dengan memberika labelling
pada setiap benda yang ada dirumah. Walaupun anak belum bisa membaca-tulis dan
bekum bisa mengerti apa maksudnya namun secara tidak langsung anak sudah
mengenal proses literasi itu sendiri. Dengan kebiasaan anak dalam membaca
labelling-labelling yang ada maka anak akan bisa memahami dengan sendirinya
proses baca tulis itu. Jika anak sudah terbiasa dengan lingkungan yang literat,
mudah-mudahan anak dapat mencintai membaca dan menulis sejak dini.
Di indonesia sendiri rendahnya minat
baca juga dibuktikan dari indeks membaca masyarakat Indonesia yang baru sekitar
0,001, artinya dari seribu penduduk, hanya ada satu orang yang masih memiliki
minat baca tinggi. Angka ini masih sangat jauh dibandingkan dengan angka minat
baca di Singapura yang memiliki indeks membaca sampai 0,45 (Suyoto, 2010).
Haringey dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa prestasi membaca anak dipengaruhi oleh
intervensi yang dilakukan oleh orang tuanya. Keterlibatan orang tua dalam
proses pengembangan literasi anaknya, memberikan kontribusi besar pada
perolehan prestasi keaksaraan (Haringey,1980).
Lingkungan literat ini
sendiri tidak hanya diberikan oleh orang tua saja. Namun perlunya dukungan dari
pihak sekolah. Sekolah dapat memberikan lingkungan literat bagi anak dengan
hal-hal yang sederhana juga yaitu dengan memberikan label pada setiap benda
atau apapun baik yang ada di kelas ataupun di luar kelas.
Di tempat P4KA saya, di
TK Kartika II-27 Bandar Lampung. Disana sudah menggunakan proses labelling pada
setiap benda baik yang di dalam maupun di luar kelas. untuk di dalam kelas guru
memberikan label pada setiap pajangan. Untuk di luar kelas, seperti di pohon
mangga terdapat tulisan “M a n g g a”. Lalu terdapat banyak bacaan-bacaan yang
dibuat dengan pigura seperti pajangan, papan visi misi, dll.
LAMPIRAN GAMBAR DI LUAR KELAS
LAMPIRAN GAMBAR DI DALAM KELAS
2. Ada empat
perspektif yang mengkaji perkembangan literasi anak usia dini secara berbeda.
(a) Kaji serta analisis ke empat perspektif tersebut, lalu berikan gambarannya.
(b) Kembangkan salah satu dari perspektif literasi tersebut dalam strategi
pembelajaran literasi (membaca atau menulis) bagi anak usia dini.
Jawaban:
a) Dalam cara
mengajarkan literasi dikenal dua cara berbeda yaitu:
·
Berorientasi Holistik atau disebut top-down approach/big book/whole
language/contemporer,
Holistik memfokuskan literasi sebagai aktivitas sosial yang bermakna dalam
rutinitas sehari-hari sehingga kurang memperhatikan komponen dalam pengajaran
dan pengukuran membaca.
·
Berorientasi pada Komponen atau sering disebut sebagai bottom-up
approach/code base approach/phonics/tradisional/skill.
Literasi dapat dipandang sebagai hasil dari berbagai komponen
keterampilan yang penting
seperti kesadaran fonologis, pengetahuan huruf, kecepatan membaca urutan
huruf.
Pengenalan bahasa tulis model tradisional ini didasarkan
pada kebiasaan mengajar yang turun temurun. Guru tidak mengerti landasan
pendekatan model. Model ini dimulai dari hafalan huruf, menyebutkan huruf demi
huruf, mengeja huruf-huruf yang dirangkai menjadi suku kata, mengeja huruf demi
huruf dalam sebuah kata. Tidak penting apakah bentuk yang dieja anak mengandung
makna atau tidak.
Model
tradisional menekankan membaca pada anak sebagai kemampuan mengeja, melafalkan
tulisan secara benar. Kemampuan menangkap pesan belum menjadi prioritas model
ini. Bentuk-bentuk yang dieja anak adakalanya tidak bermakna. Model ini
menekankan menulis sebagai kemampuan menuliskan huruf yang didiktekan guru,
menuliskan suku kata, dan kata. Menulis dilakukan terpisah dari membaca, dan
menitikberatkan pada kemampuan reversability atau mengubah ujaran ke
dalam tulisan. Model ini sering mendorong pendidik untuk melakukan drill dan
mengandalkan retensi memori dalam proses drill tersebut.
Model
tradisional ini menurut saya dapat membuat anak tertekan. Inilah pengalaman
yang saya alami ketika awal masuk di sekolah dasar. Guru saya menganggap semua
murid dikelasnya saat itu sudah pandai membaca semua. Anak dipaksa untuk paham
dan mengerti baca-tulis, dengan anggapan anak sudah tahu. Padahal tidak semua
anak mengerti dan paham tentang baca-tulis.
Ketika kecil saya suka dengan seni seperti menggambar dan mewarnai
daripada matematika dan membaca.
Ketika itu saya
belum lancar abjad atau membaca, namun pada saat itu guru saya memberikan soal
dengan model mendekte. Akhirnya saya mendapatkan nilai nol besar. Guru saya
membuat angka nol sebesar kertas 1 lembar. Kejadian inilah yang membuat saya
ingat hingga sekarang dan mungkin karena kejadian ini yang membuat saya menjadi
kurang tertarik dengan literasi.
Hendaknya guru
dapat memberikan pemahaman baca-tulis dengan metode yang menyenangkan. Anak
belum mengerti baca-tulis namun sudah diberi soal dengan metode dekte. Namun
dalam hal ini juga perlunya dukungan dan stimulasi dari orang tua untuk
membantu anak mengerti dan paham tentang baca tulis.
Terdapat
pula perbedaan perspektif
·
Perspektif Kesiapan Belajar (reading readiness),
Pandangan
kesiapan membaca menyatakan bahwa untuk belajar membaca dan menulis anak harus
mencapai usia di atas 6 tahun agar mencapai level kematangan tertentu secara
fisik dan neurologis sehingga anak
siap untuk menerima instruksi/pengajaran membaca dan menulis. Dengan demikian
pengajaran yang dilakukan sebelum anak mencapai usia 6 tahun hanya
membuang-buang waktu dan berpotensi merusak anak.
Dalam pandangan
kesiapan membaca, anak harus memiliki kematangan untuk mulai belajar membaca
dan menulis karena praktik pembelajarannya lebih bersifat pengajaran
keterampilan baca-tulis yang tekstual dan membutuhkan keseriusan untuk
memahaminya. Namun kemudian pandangan kesiapan membaca dianggap salah arah
karena penelitian Marie Clay membuktikan bahwa anak sudah memiliki perilaku dan
ketertarikan terhadap aktivitas literasi sejak sangat dini usia, sehingga
stimulasi literasi lebih baik dioptimalkan dari sejak lahir tidak harus
menunggu sampai anak memiliki kematangan neurologis untuk menerima instruksi.
Selain itu stimulasi dan pengalaman terkait literasi yang kurang ternyata
memperbesar risiko kesulitan belajar baca tulis pada saat mulai belajar di usia
lebih dari 6 tahun.
Dalam
permasalahan baca tulis saya diatas, kejadian saya mendapatkan nilai nol besar
tersebut mungkin karena kesiapan belajar saya kurang. Kurangnya stimulasi dari
orang tua. Orang tua saya lebih memfasilitasi saya dengan seni seperti papan
tulis, kapur tulis yang berwarna-warni. Karena saya diberikan fasilotas itu
maka hari-hari saya lebih senang menggambar dan mewarnai daripada baca tulis.
Untuk baca
tulis itu sendiri sebenanrnya diajarkan ibu dan ayah saya secara otodidak
karena saya tidak TK dan langsung masuk ke sekolah dasar. Namun tidak serius
dan berkelanjutan. Mungkin karena saya nantinya akan masuk SD dan bisa
diajarkan oleh guru. Namun setelah kejadian saya mendapatkan nilai nol besar,
ayah dan ibu saya rutin mengajari saya baca tulis dengan metode bernyanyi dan
banyak dibelikan buku cerita atau buku bergambar. Akhirnya untuk selanjutnya
saya bisa lancar membaca dan tidak pernah mendapat nol besar lagi.
Alhamdulillah ..J J
·
Perspektif Emergent Literacy
Pandangan emergent literacy aadalah
pandangan yang menyatakan bahwa literasi berkembang secara berkelanjutan (continuum)
dengan berbagai cara dan pada umur yang berbeda. Hal ini dipupuk oleh interaksi
sosial antara anak dengan orang tua atau pengasuh dan dirangsang oleh materi
literasi seperti buku cerita. Dengan demikian penting sekali peran dan dukungan
dari orang tua dan pendidik dalam mengarahkan anak berkembang dari pura-pura
membaca (emergent literacy) menuju mampu membaca sesungguhnya (Johnson,
1999).
Dalam pandangan emergent literacy,
sejak lahir anak dapat distimulasi, dikenalkan, dan diberikan pengalaman yang
kaya akan aktivitas literasi. Hal ini dapat dilakukan dalam kegiatan
sehari-hari yang natural dan tanpa beban. Dengan demikian kemampuan literasi
anak dipelajari jauh sebelum masuk sekolah, karena didapatkan dari pengalaman
praktis yang bermakna, kontekstual, dan menyenangkan bagi anak. Sebagai
kemampuan, emergent literacy merupakan dasar-dasar literasi yang
berkembang pada usia prasekolah sebagai landasan untuk dapat menguasai
kemampuan literasi sebenarnya di sekolah dasar.
Whitehurst dan
Lonigen (1998 dalam Bjorklund, 2005) menjelaskan emergent literacy merupakan
kemampuan literasi dasar yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan ketarampilan
yang menjadi penentu perkembangan perilaku literasi selanjutnya yang lebih
baik. Menurut mereka emergent literacy (literasi dasar) terdiri dari
sembilan komponen, yaitu
bahasa, aturan/ketentuan/kebiasaan, pengetahuan tentang huruf, kesadaran
terhadap unsur-unsur bahasa, kesesuaian fonem-grafem, pura-pura membaca
(Emergent reading), pura-pura menulis (Emergent writing), motivasi
dan keterampilan kognitif.
Penelitian
menunjukkan dengan jelas bahwa kemampuan literasi dasar yang baik
membantu anak untuk lebih mudah belajar menbaca dan meningkatkan tingkat kesuksesan
anak di sekolah (Senechal & LeFreve, 2002). Hasil meta analisis yang dilakukan
oleh National Early Literacy Panel (NELP) pada tahun 2008 diperoleh bahwa kemampuan
dasar literasi memprediksi kemampuan literasi
selanjutnya pada tingkat sedang
sampai tinggi.
b) Kembangkan
salah satu dari perspektif literasi tersebut dalam strategi pembelajaran
literasi (membaca atau menulis) bagi anak usia dini.
Jawab:
·
Perspektif Emergent Literacy
1.
Menyebutkan nama-nama benda pada setiap benda
yang dia lihat dimanapun dia berada. Ucapkan nama benda itu dengan perlahan dan
berulang.
2.
Banyak berbicara kepada bayi tentang apapun yang menarik
untuk dibicarakan dan berikan
senyum setiap selesai berbicara satu kalimat. Berikan waktu untuk anak merespon suara kita. Karena anakpun
berkomunikasi dengan caranya sendiri.
3.
Nyanyikanlah lagu-lagu yang baik untuk didengar anak, misalnya yang bertema ketuhanan,keindahan alam dan hal-hal
yang menyenangkan.
4.
Bacakan buku cerita secara rutin setiap hari untuk
menstimulasi penglihatan, pendengaran dan kedekatan emosional antara ibu
dan anak atau antara anggota keluarga yang lain. Dengan menciptakan lingkungan
rumah yang kondusif (modelling) anak dapat melihat bahwa orang dewasa
asyik dengan kegiatan membaca buku karena anak adalah peniru ulung.
5.
Banyak lakukan kegiatan klasifikasi (pengelompokan)
benda-benda. Dapat dimulai dengan mengklasifikasi benda miliknya dan benda yang
bukan miliknya, lalu meningkat mengklasifikasi benda-benda menarik lainnya.
6.
Ketika anak mulai memiliki ketertarikan pada huruf, menurut
pakar pendidikan, anak akan sangat tertarik pada huruf pertama dari
namanya. Seperti misalnya W untuk Winarti. Setiap kali melihat huruf W, Winarti akan sangat
senang dan berkata “ini huruf ku.” Berikan kesempatan anak mencari dan
menemukan huruf W dari buku
cerita dan dari lingkungan dimanapun dan kapanpun ditemukan keaksaraan.
7.
Setelah puas menikmati huruf pertama dari namanya, anak akan
melanjutkan ketertarikannya pada huruf-huruf lain masih pada namanya, nama
anggota keluarga dan teman-teman.
8.
Lanjutkan petualangan membaca dan menulisnya dengan
memberikan buku-buku bacaan yang tepat dan benar sehingga selain meningkatkan
kecerdasan bahasanya, kognisi anak pun berkembang.
9.
Jadikan pengalaman keaksaraan menyenangkan. Bawakan kertas,
buku dan alat tulis kemanapun kita pergi. Berikan banyak kegiatan bermain yang
dapat meningkatkan kemampuan keaksaraannya seperti menggambar, melukis, membuat
karya sehingga jari-jarinya terlatih dan kelak siap untuk memegang alat
tulis dengan nyaman dan benar.
10.
Buku bacaan dan mainan edukatif hanyalah benda yang tidak
akan memberikan banyak manfaat apabila tanpa pendampingan dari orang dewasa.
Dan pendampingan yang bermutu hanya didapat dari orang dewasa yang mengerti
bahwa pendidikan akan berhasil apabila semua kegiatan dilakukan dengan terarah
dan dalam suasana happy learning.
Semoga dengan pengembangan seperti yang diatas. Perkembangan baca tulis
anak akan berkembang dengan baik dan dapat menjadi anak yang cinta akan literacy
karena masih banyak anak Indonesia yang belum sadar akan pentingnya membaca.
REFERENSI
Pradipta,
Galuh. Keterlibatan Orang Tua Dalam Proses Mengembangkan Literasi Dini Pada Anak Usia Paud Di Surabaya. Online http://journal.unair.ac.id/filerPDF/lnbd9d5ce375full.pdf. Diunduh tanggal 9 Mei 2015. Pukul 07.05
WIB.
Online http://repository.upi.edu/6971/4/S_PAUD_1007849_Chapter1.pdf. Diunduh tanggal 9 Mei 2015. Pukul 07.10
WIB.
Melinda, Dewi. ______. Online https://www.academia.edu/5416681/DAP_-_BAB_14. Diunduh tanggal 9 Mei 2015. Pukul 07.08
WIB.
Musfiroh, Tadkiroatun. 2009. Menumbuhkembangkan
Baca-Tulis Anak Usia Dini. Jakarta. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Soebadi, Amanda. 2013. Perkembangan Literasi Anak. Online http://idai.or.id/public-articles/klinik/pengasuhan-anak/perkembangan-literasi-anak.html. Diunduh
tanggal 9 Mei 2015. Pukul 07.10 WIB.
Burns,
Paul C. dkk. 1996. Teaching Reading in Today’s Elementary Schools. Boston:
Hunghton Mifflin Company.
Gipayana,
Muhana. 2004. Pengajaran Literasi dan Penilaian Portofoloio dalam Konteks
Pembelajaran Menulis. Jurnal Ilmu Pendidikan, 11(1): 59 – 70.
Suyoto.(2010). “Galakkan Baca Buku untuk
Kemajuan Bangsa”, Media Indonesia, Mei, p.12.
Musfiroh,
Tadkiroatun. 2009. Menumbuhkembangkan
Baca-Tulis Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Musfiroh,
Tadkiroatun. 2009. Uji Produk Model Baca-Tulis Akuisisi Literasi Pada Paud - Kb - Tk Di
DIY. Volume 39,
Nomor 1, Mei 2009, hal. 27-40. Online http://journal.uny.ac.id/index.php/jk/article/download/228/141. Diunduh
tanggal 9 Mei 2015. Pukul 07.15 WIB.
Mantap sist
BalasHapus