counter

Selasa, 07 Juni 2016

WINARTI-MAKALAH ABK



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan dan merupakan terjemahan dari child with specials needs yang telah digunakan secara luas di dunia internasional. Penggunaan istilah anak berkebutuhan khusus membawa konsekuensi cara pandang yang berbeda dengan istilah anak luar biasa yang pernah diergunakan dan mungkin masih digunakan. Jika pada istilah luar biasa lebih menitik beratkan pada kondisi (fisik, mental, emosi-sosial) anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan prestesinya.

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan (barier to learning and development). Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan hamabatan belajar dan hambatan perkembang yang dialami oleh masing-masing anak.

Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu: (a) anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, akibat dari kecacatan tertentu (anak penyandang cacat), seperti anak yang tidak bisa melihat (atunanetra), tidak bisa mendengar (tunarungu), anak yang mengalami cerebral palsy. Dan (b) anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dan diungkapkan dalam makalah ini adalah :
1.2.1        Bagaimana konsep layanan bagi anak berkebutuhan khusus?
1.2.2        Bagaimana model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus?
1.2.3        Apakah pengertian dari pendidikan inklusi?

1.2.4        Bagaimana implementasi pendidikan inklusi di indonesia?
1.2.5        Apakah pengertian dari sekolah penyelenggara pendidikan inklusi dan implementasinya??
1.3  Tujuan
1.3.1        untuk mengetahui konsep layanan bagi anak berkebutuhan khusus
1.3.2        Untuk mengetahui model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
1.3.3        Untuk mengetahui pengertian dari pendidikan inklusi
1.3.4        Untuk mengetahui implementasi pendidikan inklusi di indonesia
1.3.5        Untuk mengetahui pengertian dari sekolah penyelenggara pendidikan inklusi dan implementasinya



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Layanan
Anak berkebutuhan khusus memiliki keunikan tersendiri dalam jenis-jenis karakteristiknya, dan membedakan mereka dari anak- anak normal pada umumnya. Oleh sebab itu dalam memberikan layanan anak berkebutuhan khusus menuntut adanya penyesuaian sesuai dengan kebutuhaan dari anak ABK tersebut. Untuk itu maka sebagai seorang guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan layanan yang baik terhadap anak berkebutuhan khusus agar mereka dapat berkembang secara optimal.

Layanan adalah suatu jasa yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Istilah layanan dapat diartikan dalam beberapa hal yaitu; 1)  cara melayani, 2) usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan, 3) kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli jasa atau barang. Dalam layanan terjadi hubungan timbal balik antara yang memberi layanan dan yang membutuhkan layanan. Jadi layanan diberikan sesuai dengan kebutuhan.

Anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang membutuhkan layanan khusus karena mereka memiliki keterbatasan atau hambatan dari segi fisik, mental – intelektual, maupun sosial emosional. Kondisi yang demikian itu baik secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada berbagai aspek kehidupan mereka. Oleh sebab itu layanan yang sesuai dengan kekhususannya sangat diperlukan agar dapat menjalani kehidupannya secara wajar. Namun demikian bukan berarti layanan yang diberikan selalu berbeda dengan anak-anak pada umumnya.

Ada beberapa jenis anak berkebutuhan khusus sebagian besar dapat mengikuti layanan pendidikan sebagaimanaa anak-anak normal pada umumnya dan hanya pada beberapa bidang yang memerlukan layanan atau pendampingan khusus, karena memang ada juga anak-anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan secara individual karena kondisi dan keadaannya yang tidak memungkinkan untuk mengikuti layanan sebagai anak-anak normal.

Dari segi waktu pemberian layanan pada anak berkebutuhan khusus juga sangat bervariasi. Tidak semua anak-anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan sepanjang hindupnya, ada kalanya layanan bagi mereka bersifat temporer, yaitu hanya membutuhan layanan dalam beberapa periode waktu saja.
Ada beberapa jenis layanan yang bias diberikan kepada anak berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, yaitu ; 1) layanan medis dan fisiologis, 2) layanan social – psikologis, 3) layanan paedogogis/ pendidikan

2.2  Model Layanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
2.2.1  Bentuk Layanan
Menurut Hallahan dan Kauffman (1991) bentuk penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ada berbagai pilihan :
a.       Regular Class Only  (Kelas biasa dengan guru biasa)
b.      Regular Class with Consultation (kelas biasa dengan konsultan guru PLB)
c.       Intinerant Teacher (kelas biasa dengan guru kunjung)
d.      Resource Teacher ( guru sumber, yaitu kelas biasa dengan guru biasa, namun dalam beberapa kesempatan anak berada diruang sumber dengan guru sumber)
e.       Pusat Diagnostik-Prescriptif
f.       Hospital or Homebound Instruction (pendidikan di rumah atau di rumah sakit, yakni kondisi anak yang memungkinkan belum masuk kesekolah biasa)
g.      Self Contained Class (kelas khusus disekolah biasa bersama guru PLB)
h.      Special Day School (sekolah luar biasa tanpa asrama)
i.        Recidential School (sekolah luar biasa berasrama)

Bentuk layanan anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi 3 yaitu;
a.       Bentuk Layanan Pendidikan Segregasi
Model layanan ini adalah merupakan system pendidikan yang paling tua. Pada awal penyelenggaraan system ini dikarenakan adanya kekhawatiran atau keraguan terhadap kemampuan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal.

Model layanan pendidikan segregasi merupakan system pendidikan yang terpisah dari system pendidikan anak normal. Model layanan pendidikan segregasi merupakan system pendidikan yang terpisah dari system pendidikan anak normal. Pendidikan  anak berkebutuhan khusus melalui system segregasi maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah dari penyelengaraan pendidikan untuk anak normal, seperti Sekolah Luar Biasa.

Ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan system segregasi yaitu:
1.      Sekolah Luar Biasa (SLB)
Sekolah ini merupakan bentuk sekolah yang paling tua yang berbentuk unit pendidikan, yaitu artinya dalam penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah. Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai dengan kelainan yang ada, seperti tanggung jawab SLB terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB-SLB di dekatnya.

2.      Sekolah Dasar Luar Biasa
Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus, pemerintah mulai Pelita II menyelenggarakan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB).  Di SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tunanetra , tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Kurikulum yang digunakan di SDLB adalah kurikulum yang digunakan di SLB untuk tingkat dasar yang disesuaikan dengan kekhususannya. Kegiatan belajar dilakukan secara individual, kelompok, dan klasikal sesuai dengan ketunaan masing-masing. Pendekatan yang dipakai juga lebih kependekataan individualisasi. Selain diberikan pembelajaran juga mereka direhabilitasi sesuai dengan ketunaannya masing-masing.

3.      Sekolah luar biasa berasrama
Sekolah luar biasa berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal di asrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkatan persiapan, tingkat dasar dan tingkat lanjut serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannya juga sama dengan bentuk SLB sehingga ada SLB-A untuk anak tunanetra, SLB-B untuk anak tunadaksa, SLB-C untuk anak tunalaras serta SLB-AB untuk anak tunanetra dan tunarungu.

4.      Kelas jauh/kelas kunjung
Kelas jauh/kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar.
Dengan adanya kelas jauh/kelas kunjung ini diharapkan layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus semakin luas.



b.      Bentuk Layanan Pendidikan Terpandu/Integrasi
Bentuk pendidikan terpadu/integrasi dapat disebut juga system pendidikan terpadu, yang system pendidikanya dibaur antara anak berkebutuhan khusus dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Sistem ini memberikan kesempatan kepada anak  berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak normal dalam suatu atap. Adapun keterpaduanya bisa bersifat menyeluruh, sebagai, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi.

Adapun bentuk keterpaduanya munurut Depdiknas (1980) ada tiga jenis yaitu: bentuk kelas biasa , kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus, dan bentuk kelas khusus.
1.      Bentuk Kelas Biasa
Pada bentuk keterpaduaan ini anak berkebutuhan khusus  belajar dikelas biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa. Oleh sebab itu sangat diharapakan adanya pelayanan dan bantuan guru kelas atau guru kelas atau guru bidang studi semaksimal mungkin dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk khusus dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas biasa. Metode, pendekatan dan, cara penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak berbeda dengan yang  digunakan pada sekolah umum. Tetapi untuk beberapa mata pelajaran harus disesuaikan dengan ketentuanya. Bentuk keterpaduan ini disebut juga keterpaduan yang bersifat penuh/menyeluruh. 

2.      Kelas Biasa Dengan Bimbingan Khusus
Pada bentuk keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus belajar dikelas biasa dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelajaran khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak  dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama anak normal. Pelaksanaanya diberikan diruang bimbingan khusus yang dilengkapi dengan peralatan khusus untuk memberikan latihan oleh guru pembimbing khusus (GPK), dengan menggunakan pendekatan individu dan metode peragaan sesuai. Bentuk keterpaduaan ini biasa disebut keterpadauan yang bersifat sebagaian.

3.      Bentuk Kelas Khusus
Pada bentuk ini anak berkebutuhan khusu mengikuti pendidikan dengan menggunakan kurikulum SLB Secara penu dikelas khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan terpadu. Guru pembimbing khusus berfungsi sebagai pelaksanaan program dikelas khusus. Pendekatan, metode dan cara penilaian menggunakan format yang biasa digunakan SLB. Keterpaduan pada tinggkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, artinya anak berkebutuhan khusus dapat dipadukan untuk kegiatan yang bersifat non akademik. Bentuk keterpaduan ini adalah keterpaduan dalam rangka sosialisasi.

4.3  Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi adalah sebagian suatu system layanan pendidikan khusus yang masyarakat agara anak semua yang berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat disekolah biasa bersama teman-teman seusianya. Oleh sebab itu perlu restrukturisasi di sekolah sehingga menjadi komonitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus bagi setiap anak. Menurut Smith (2006) mengemukakan bahwa inklusi dapat berarti penerimaan pada anak-anak yang mengalaami hambatan kedalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan konsep dari (visi-misi) sekolah.

Gagasan utama mengenai pendidikan inklusif menurut Johnsep (2003), adalah sebagai berikut :
a.       Bahwa setiap anak merupakan bagian integrasi dari komonitas lokalnya dan kelas   kelompoknya.
b.      Bahwa kegiatan sekolah diatur dengan sejumlah besar tugas belajar yang kooperatif , individualisasi pendidikan dan flesibelitas dalam pilihan materinya.
c.       Bahwa guru bekerjasama dan memiliki pengetahuan tentang strategi pembelajaran dan kebutuhan pengajar umum, khusus dan individual, dan memiliki pengetahuan tentang cara menghargai tentang pluralitas perbedaan individual dalam mengatur aktivitas kelas.

Di Indonesia pendidikan insklusif dalam pelaksanaanya di sekolah didasarkan pada beberapa landasan, filosofis dan yuridis-empiris.
Secara filosifis implementasinya inklusi mengacu pada beberapa hal,diantaranya,bahwa
a.       Pendidikan adalah hak mendasar bagi setiap anak, termasuk anak berkebutuhan khusus.
b.      Anak adalah pribadi yang unik, memiliki karakteristik, minat, kemampuan dan kebutuhan belajar yang berbeda.
c.       Penyelenggaraan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama orang tua masyarakat dan pemerintah.
d.      Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
e.       Setiap anak berhak memperoleh akses pendidikan yang ada dilingkungan.

Sedangkan landasan yuridis-empirisnya mengacu pada:
·         UUSPN No.20 tahun 2003, pasal 5 ayat 1 dan 2
·         UUD 1945 pasal 31 ayat 1,2 dan 3
·         Permen No. 22 dan 23 tahun 2006
·         Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948
·         Konvensi Hak Anak 1989
·         Konferensi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua, 1990
·         Resolusi PBB nomor 48/96 tahun 1993 tentang Persamaan Kesempatan Bagi Orang Berkelainan

4.4  Sekolah Penyelenggara Pendidikan Insklusi
Sekolah penyelenggara pendidikan insklusi adalah sekolah umum yang telah memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan. Adapun syarat-syarat tersebut antara laini: berkenaan dengan keberadaan siswa berkebutuhan khusus, memiliki komitmen, manajemen sekolah, sarana prasarana, dan ketenagaan. Sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusi juga harus menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran, yang memungkinkan semua siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
Ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki guru pendidikan inklusi, sebagaimana dikemukakan Mirrian S (2005), yaitu :
1.      Pengetahuan tentang perkembangan anak
2.      Pemahaman akan kebutuhan dan nilai interaksi komunikasi dan pentingnya dialog dikelas
3.      Pemahaman akan pentingnya mendorong rasa penghargaan diri anak berkaitan dengan perkembangan, motivasi dan belajar melalui suatu interaksi positif dan berorientasikan sumber.
4.      Pemahaman tentang “Konvensi Hak Anak” dan implikasinya terhadap implementasi pendidikan dan perkembangan semua anak.
5.      Pemahaman tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran yang berkaitan dengan hubungan sosial
6.      Pemahaman arti pentingnya belajar aktif dan pengembangan pemikiran kreatif dan logis.

Pada pendidikan inklusif dikembangkan berbagai macam metode atau strategi untuk digunakan dalam proses belajar mengajar agar tercapai situasi belajar aktif dan fleksibel. Pelayanan yang diberikan di dalam sebuah sekolah yang dirancang untuk membantu siswa dengan perbedaan belajar dan kondisi lemah lainnya. Anak-anak dirujuk untuk mendapat bantuan khusus, dengan pengelompokan yang biasanya berdasarkan kebutuhan pendidikan.




BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Layanan adalah suatu jasa yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Istilah layanan dapat diartikan dalam beberapa hal yaitu; 1)  cara melayani, 2) usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan, 3) kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli jasa atau barang. Dalam layanan terjadi hubungan timbal balik antara yang memberi layanan dan yang membutuhkan layanan. Jadi layanan diberikan sesuai dengan kebutuhan.

Model layanan pendidikan segregasi merupakan system pendidikan yang terpisah dari system pendidikan anak normal. Model layanan pendidikan segregasi merupakan system pendidikan yang terpisah dari system pendidikan anak normal. Pendidikan  anak berkebutuhan khusus melalui system segregasi maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah dari penyelengaraan pendidikan untuk anak normal, seperti Sekolah Luar Biasa.

Pendidikan inklusi adalah sebagian suatu system layanan pendidikan khusus yang masyarakat agara anak semua yang berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat disekolah biasa bersama teman-teman seusianya.

3.2  Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan kita bisa memberikan layanan bagi Anak Berkebutuhan Khusus dengan baik dan benar, dan kita bisa memberikan pelayanan terbaik bagi anak yang berkebutuhan khusus.



DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, dkk. 2006. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Upi Press
Http://Www.Scribd.Com/Doc/17387933/Mengenal-Anak-Berkebutuhan-Khusus
Sujiono,Nuraini yuliana.2012.Konsep Dasar Anak Usia Dini.Indeks.
Blackhurst, A. E & Berdine, HW (1981), An Intruduction to Special Education, Boston: Little, Brown & Co.
Debaryshe, BD &Fryxell, D (1988), A Developmental Perspective on Anger: Family and Peer Contexts, Journal Psychology in Schools,Voume 35, No 3.
Freeman, RD (1984), Can’t Your Child Hear? A Guide For Those Who Care About Deaf Children, Baltimore: University Park Press.
Hallahan, DP & Kauffman, JM (1988), Exceptional Children, Introduction to Spesial education, 4 th edition, New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Hardman, ML, et .al (1990), Human Exceptionality, Boston: Allyn and Bacon, Inc.
IGAK Wardani, dkk (2002), Pengantar Pendidikan Luar Biasa, Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Johnson, BH & Skjorten, D Miriam (2003), Pendidikan Kebutuhan Khusus, Sebuah Pengantar, terjemahan, Bandung: Program Pascasarjana UPI .
Kirk, Samuel A & Gallagher (1986), Educating Exceptional Children,Boston: Houghton Mifflin company.
Learner, JW (1985)  Learning Disabilities, Theories, Diagnosis, and Teaching Strategies, 4 th edition, Boston: Houghton Mifflin Company.
O’Neil, J (1994/1995), Can inclusion work? A conversation with James Kauffman and Mara Sapon-Shevin, Educational Leadership, 52 (4) 7-11.
Polloway, EA & Patto, JR (1993), Strategies For Teaching LearnersWith Special Needs,New York: McMillan Publishing Co.
Smith, David J (2006), Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua, terjemahan, Bandung: Penerbut Nuansa.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar